Syauqi Syahid?
“Tanpa memori, manusia tidak ada bedanya dengan tikus,” terang Prof. ‘Abdulfattah ‘Asyur, profesor sejarah Islam, mantan dekan Fakultas Bahasa Arab al-Azhar, di sebuah kelas, siang itu. “Sudah ratusan tahun tikus terperangkap di jebakan manusia. Walau sudah melihat kawannya dijepit kemarin, ia tetap rakus meraih-raih keju di jebakan itu.”
“Sejarah,” lanjutnya. “Adalah memori kolektif umat manusia.”
Syauqi Syahid adalah seorang mahasiswa sejarah Universitas al-Azhar Kairo. Di sana, ia belajar sejarah dunia, Islam, dan Mesir. Namun, ia punya ketertarikan lebih ke sejarah dan politik Timur Tengah modern.
Ia mengamini perkataan dosennya tadi. Manusia hanya bisa merasakan sesuatu akan suatu hal jika ia punya memori akannya. Cinta, benci, rindu, getir, maupun takut. Belajar sejarah adalah jembatan antara otak kita dengan memori pendahulu. Lima menit membaca lembaran sejarah itu setara 100 tahun umur manusia. “Sejarah itu mengenal,” ia bilang.
Ia ingin menyebarkan sejarah ke audiens lebih luas. Ia membuat konten sejarah Timteng di akun medsosnya, menulis artikel di sini, juga menyusun buku. Ia juga membuka jasa tour guide (pemandu wisata) Mesir.
- Sejarah Mesir Islam: Dari Era Penaklukan sampai Dinasti Fatimiyyah (18-362 H/638-972 M).
- Zamalek Institute (platform edukasi sejarah).
Di web ini, kamu bisa menemukan isi pikirannya, dan bagaimana masa lalu membentuk masa kini.
Hubungi ia di sini jika ingin diskusi sejarah, jalan-jalan—atau bisnis juga boleh, heheh—.